Mimpi Seema Tello Jadi Kenyataan di Kejuaraan Dunia Senam 2025

Oleh: CNN Indonesia Kamis, 23 Oktober 2025 Kategori: Raket Dilihat: 1 kali
Mimpi Seema Tello Jadi Kenyataan di Kejuaraan Dunia Senam 2025
Seema Tello, pesenam putri Suriah, memang tak lolos ke final Kejuaraan Dunia Senam 2025, tetapi perjuangannya untuk bisa tampil di Indonesia Arena adalah kemenangan.
Dara 26 tahun ini berangkat sendiri ke Jakarta. Pelatihnya datang menyusul beberapa hari kemudian. Saat masa persiapan di Jakarta Convention Center (JCC), Seema sendirian.
Tampil di Kejuaraan Dunia Senam 2025 adalah debut internasional Seema. Ajang ini begitu istimewa, sebab ia pernah berhenti berlatih senam selama sembilan tahun karena perang.
Begitu perang yang pecah sejak 15 Maret 2011 itu terhenti pada 8 Desember 2024, Seema mulai berlatih senam lagi. Awalnya, Seema pesimistis bisa tampil di pentas internasional.
Namun, dengan perjuangan keras dan dukungan orang-orang tercinta, ia akhirnya tampil di Jakarta. Berikut wawancara eksklusif Seema dengan CNN Indonesia.
Saya mulai senam sejak usia lima tahun. Ibu saya yang memasukkan saya ke dunia senam.
Saya memenangkan kompetisi nasional pertama saya saat berusia delapan tahun. Saya terus melakukan senam sampai akhirnya perang di Suriah terjadi.
Kami terpaksa berhenti selama lebih dari sembilan tahun. Tempat latihan kami dibom dan kami tidak bisa lagi berlatih di sana. Peralatannya hancur. Sangat sulit untuk berlatih di kondisi seperti itu, jadi saya harus berhenti dan fokus ke sekolah.
Tahun 2022, saya kembali ke dunia senam karena saya punya mimpi dan ingin mewujudkan itu. Saya mulai kembali berlatih sendiri. Saya melatih diri sendiri, tanpa pelatih, semuanya saya lakukan sendiri.
Saya menunggu kesempatan untuk bisa bertanding di luar Suriah, ajang internasional.
Sejak Desember [2024], ketika Suriah menjadi lebih bebas, saya mendapat kesempatan itu. Federasi Senam Suriah memberi saya kesempatan untuk bertanding di kejuaraan dunia.
Saya hanya punya waktu tiga bulan [sejak Juni 2025] untuk mempersiapkan diri. Saya tidak punya pelatih. Tapi pelatih saya waktu kecil, Mustafa Al-Haj, bersedia melatih saya secara gratis satu bulan sebelum kompetisi.
Ada banyak orang yang berpengaruh.
Pertama, keluarga saya. Ayah saya membiayai saya untuk bisa berada di sini. Ibu saya yang mendesain kostum saya dan mengantar saya latihan setiap hari. Dia percaya pada saya.
Kakak saya, Aisha Shaheen, mendorong saya untuk terus maju. Teman saya, Sara Bawab, percaya pada saya bahkan saat saya tidak percaya pada diri sendiri.
Saya tidak bisa sebut semua teman saya satu per satu, tapi mereka adalah alasan saya bisa sampai di sini.
Seperti yang saya katakan, kami tidak punya pelatih. Hanya coach Mustafa yang melatih saya secara sukarela.
Saya berlatih sendiri, tanpa rekan tim, karena semuanya sudah berhenti karena kondisi perang. Saya berlatih tiga jam setiap hari, tetapi kami tidak punya lantai berpegas.
Lantai kami tua, berkarat, dan rusak. Kami berlatih menggunakan peralatan yang rusak.
Saya harus belajar semua keterampilan sendiri. Saya juga mempelajari kode poin sendiri dan menciptakan koreografi lantai sendiri. Itu sangat sulit bagi saya, tapi saya tetap melakukannya.
Pemerintah Suriah tidak mampu membeli peralatan senam karena harganya sangat mahal, tapi mereka memberikan tempat latihan secara gratis. Kami tidak perlu membayar untuk berlatih. Namun mereka tidak bisa membeli peralatan baru atau yang sesuai standar.
Itu [tampil di Kejuaraan Dunia Senam] sudah menjadi impian saya sejak kecil, tapi saya tidak pernah punya kesempatan.
Setelah Suriah lebih bebas dan federasi baru terbentuk, mereka memberi saya kesempatan untuk bertanding. Mereka bilang, "Kalau kamu mau bertanding, sekarang kamu bisa. Kami akan bantu semampunya."
Saya dan keluarga saya. Tidak ada bantuan dari pemerintah atau federasi karena mereka tidak punya cukup dana. Bahkan untuk pelatih pun, saya yang membayar.
Saya membiayai semua: tiket, hotel, biaya pendaftaran untuk saya dan pelatih saya.
Saya sangat kesulitan sebelumnya, karena saya tidak tahu bagaimana bentuk peralatan yang baru. Saya terkejut saat tahu lantai kompetisi di sini [kejuaraan dunia] berpegas.
Saya berharap punya waktu lebih banyak untuk menyesuaikan diri dengan peralatan baru agar bisa tampil lebih baik. Saya tahu saya bisa tampil lebih baik dari ini. Namun saya tidak menyalahkan diri saya karena saya tahu apa yang sudah saya lewati.
Ya, ini kompetisi internasional pertama saya.
Saya sangat terkesan dengan semuanya. Federasi Indonesia mempersiapkan acara ini dengan sangat baik. Para relawan sangat baik dan mendukung.
Saya menerima banyak hadiah dan pesan dukungan. Suasana di arena dan para penonton sangat mendukung, mereka bertepuk tangan untuk saya. Rekan-rekan atlet juga sangat mendukung.
Saya mengubah keterampilan saya. Sebenarnya saya tidak berencana melakukan apa yang saya tampilkan, karena saya tidak tahu bagaimana cara menggunakan peralatan yang ada.
Saya terpaksa menurunkan tingkat kesulitan gerakan saya. Jadi saya hanya melakukan rutinitas yang sederhana. Namun tetap saja, itu bukan penampilan terbaik saya.
Meski begitu saya tidak menyalahkan diri saya sendiri karena saya sadar, saya pernah berhenti selama sembilan tahun, berlatih sendiri, dan menggunakan peralatan yang rusak. Jadi, saya tetap bangga pada diri saya.
Setiap pesenam pasti bermimpi untuk pergi ke Olimpiade. Saya tahu itu tidak realistis sekarang, tapi itu tetap impian saya dan saya percaya pada diri saya.
Mungkin akan butuh waktu lama, tapi suatu hari nanti, saya berharap bisa ke sana.
Mungkin bukan LA, tapi saya akan berusaha sebaik mungkin.
Saya ingin semua orang percaya pada diri sendiri, karena tidak ada orang lain yang akan melakukannya untukmu. Tidak peduli seberapa sulit keadaan atau perjuangan yang kamu alami, kamu pasti bisa melewatinya, asalkan fokus dan bekerja keras.
Mungkin hanya tinggal menunggu kesempatan dan kesempatan itu akan datang suatu hari nanti.